Anak Kerang
Pengarang: Anonim 
 Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya 
sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” 
kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, 
bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.” 
Si ibu terdiam, sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah 
  itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan 
  semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan 
  getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu 
  dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
 RSS Feed
 Twitter
23.12
Unknown
 Posted in 
0 komentar:
Posting Komentar