Putri Tandampalik
Pengarang: Anonim
Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau
Sulawesi. Yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge,
sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan
yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah
diketahui orang banyak.
Suatu hari, Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Datu Luwu pun memutuskan untuk mengasingkan anaknya agar rakyat-rakyatnya tidak tertular. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya. Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. “Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo,” kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampiri dan menjilatinya. Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. “Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh,” kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. Dan Putri Tandampalik merasa mimpi itu merupakan tanda baik baginya. Sementara, nun jauh di Bone, saat Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik-asyik berburu, ia terpisah dari rombongan Anre Guru Pakanyareng dan tersesat di hutan. Akan tetapi tidak jauh dari hutan itu, ia dipertemukan dengan Putri Tandampalik.
Setelah beberapa hari tinggal di desa itu, Putra Mahkota kembali ke negerinya. Mengetahui apa yang dialami dan dirasakan anaknya dari Anre Guru Pakanyareng, Raja Bone pun setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketika ia diasingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima.
Putra Mahkota pun segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian dan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus.
Suatu hari, Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Datu Luwu pun memutuskan untuk mengasingkan anaknya agar rakyat-rakyatnya tidak tertular. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya. Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. “Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo,” kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampiri dan menjilatinya. Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. “Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh,” kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. Dan Putri Tandampalik merasa mimpi itu merupakan tanda baik baginya. Sementara, nun jauh di Bone, saat Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik-asyik berburu, ia terpisah dari rombongan Anre Guru Pakanyareng dan tersesat di hutan. Akan tetapi tidak jauh dari hutan itu, ia dipertemukan dengan Putri Tandampalik.
Setelah beberapa hari tinggal di desa itu, Putra Mahkota kembali ke negerinya. Mengetahui apa yang dialami dan dirasakan anaknya dari Anre Guru Pakanyareng, Raja Bone pun setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketika ia diasingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima.
Putra Mahkota pun segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian dan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus.
Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan.
Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.
0 komentar:
Posting Komentar