Rabu, 05 Maret 2014

TEORI BELAJAR KONSTUKTIVISME
A.    Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia yang mempunyai kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus-menerus untuk menemukan diri sendiri dan diri sendiri
B.    Konstruksi Pengetahuan
Menurut pendekatan konstruktivisme pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kontruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya. Proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu melalui indra seseorang, misalnya dengan melihat, mendengar, meraba, merasakan, membau.
C.    Proses Belajar
Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalaman melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutahiran struktur kognitif. Guru-guru konstruktivisme yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia untuk mengkontruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
    Karakteristik pembelajaran yang dilakukannya adalah:
1.    Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-ide yang lebih luas.
2.    Menempatkan s iswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3.    Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi
4.    Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakn suatu usaha kompleks, sukar dipahami, tidak teratur dan tidak mudah dikelola.
D.    Contoh Penerapannya Dalam Pembelajaran di Kelas
Beberapa contoh penerapan teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas yaitu:
1.    siswa-siswi belajar dan bekerja di dalam group process
2.    guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa serta melalui tugas-tugas pekerjaan siswa di kelas.

TEORI BELAJAR BEHAVIOURISME
Teori belajar behavioristik masih dirasakan manfaatnya dalam kegiatan pembelajaran. Selain teori ini telah mampu memberikan sumbangan atau motivasi bagi lahirnya  teori – teori balajar  yang baru, juga karena prinsip – prinsipnya (walaupun terbatas) terasa masih dapat  diaplikasikan secara praktis dalam pembelajaran hingga kini. Walaupun teori ini mendapat kritikan, namun dalam hal – hal tertentu masih diperlukan khususnya dalam mempelajari aspek – aspek yang sifatnya relatif permanen dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan  secara ketat.
Secara ringkas, teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bias diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya  respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respons akan menguat. Tokoh – tokoh penting teori behavioristik antara lain Throndike, Waston, skinner, Hull dan Guthrie.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran di kelas bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menurut siswa untuk mengungkap kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekannkan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
Menurut teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur . Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertara dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik  jika materi pelajaran atau informasi baru bardaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Di antara para pakar teori kognitif, paling tidak ada  tiga yang terkenal yaitu  Piaget,  Bruner, dan Ausubel.  Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap – tahap perkembanngan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi, dan equilibras. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur  pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar  akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonok, dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memehami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan  siswa sevara aktif  amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, darisederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa  perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistic cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.
Beberapa tokoh penganut aliran humanistik di antaranya adalah;
a.   Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar, yaitu; pengalaman konkret pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
b.    Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu; aktifis, reflector, teoris, dan pragmatis.
c.  Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu; belajar teknis, belajar praktis, belajar emansipatoris.
d.    Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar  yaitu; kognitif, psikomotor, dan afektif.
e.   Ausubel, walaupun termasuk juga ke dalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaningful learning).

Aplikasi teori humanistic dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siwa secara aktif dalam belajar.

TEORI BELAJAR MORAL DARI KOHLBERG
Perilaku moral menurut sejumlah ahli seperti Kohlberg (1977) terkait dengan perkembangan kognitif  seseorang yang dibentuk oleh orang tua atau keluarga. Kohlberg (1964) menyatakan bahwa perkembangan tingkat pertimbangan seseorang sangat berhubungan dengan tingkat intellegensi, pengetahuan tentang moral, kecendrungan harapan akan kondisi moral yang lebih tinggi dan kecakapan seseorang dalam memahami nilai-nilai kehidupan. Secara empiris ditemukan anak yang memiliki skor intelegensi dan status social ekonomi yang lebih tinggi daripada anak yang memiliki skor intelegensi dan status yang lebih rendah (Sutarjo, 2012)
Kohlberg (Sutarjo, 2011) mengidentifikasi adanya enam tingkat perkembangan moral, dalam tiga tahapan (level) yang tegas membedakannya, yaitu tahap prakonvensional dibagi menjadi dua tingkat (stage), yaitu tingkat ke-1, orientasi morak akan hukuman dan kepatuhan, serta tingkat ke-2, orientasi relavitis instrumental/kepuasan individu. Tahapan konvensional terdiri dari tingkat ke-3 yaitu orientasi masuk kedalam kelompok ’anak baik’ dan ‘anak manis’ dan tingkat ke-4 yitu orientasi hukum dan ketertiban. Sedangkan tahapan pascakonvensional, terdiri dari tingkat ke-5 yaitu orientasi kontra social legelistis dan tingkat ke-6 adalah orientasi asas etika universal.
Kohlberg (1977) menandaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah mendorong perkembangan tingkat pertimbangan moral peserta didik. Kematangan pertimbangan moral harus sampai pada menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang universal, berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan serta saling menerima. Tujuan pendidikan nilai moral di sekolah adalah mengefektifkan peningkatan dan pengembangan pertimbangan moral peserta didik.
Kolberg mempunyai keyakinan bahwa tujuan dasar pendidikan moral di sekolah adalah membantu peserta didik meningkatkan tingkat pertimbangan moral, pemikiran dan penalaran moral. Tingkat pemikiran dan pertimbangan moral seseorang secara empiris sudah terbukti dapat ditingkatkan melalui pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat, seperti di kelas anak-anak disuruh diskusi dilema moral.

TEORI BELAJAR SOSIAL DARI ERIKSON
Menurut Erik Erickson (Buss,1978) pendekatan yang dipakai untuk menyelesaikan masalah perkembangan yaitu lebih bersifat sosial dan berorientasi pada ego. Dalam hal ini Erickson lebih melihat kepentingan social.

TEORI BELAJAR YANG MENDASARI MODEL PAIKEM
Pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran yang berlangsung aktif, inovatif, kreatif, efektif  dan menyenangkan. Penerapan konsep ini akan menghasilkan keluaran jauh lebih berlipat dari pada cara-cara konvensional.
Pembelajaran PAIKEm bukan nama sebuah metode, melainkan sebuah tuntutan yang bias didekati atau dicapai dengan berbagai strategi/metode. Strategi yang direncanakan dalam kegiatan ini ada dua (diaplikasikan sekaligus) yakni STRATEGI POSITIF dan FORMAT DINAMIS. Stategi positif mengacu pada aktivitas guru, sedangkan format dinamis mengacu pada kegiatan siswa.
Strategi Positif
Strategi positif  bearti apresiasi yang dalam perkataan, tindakan dan penampilan terhadap semua unsure afeksi siswa (perasaan, nilai, perhatian, percaya diri) yang mendorong terwujudnya aktivitas belajar yang eskalatis dan berdaya guna tinggi.
Tujuan dari strategi positif
a.    Siswa punya motivasi tinggi, senang, percaya diri dan beraktifitas belajar tinggi secara eskalatis.
b.    Diperoleh hasil belajar kreatif dan berganda
Prosedur dari strategi positif
a.    Buka hati siswa
b.    Bangun komitmen
c.    Transformasi pembelajaran dengan konsep baru
d.    Pematangan
e.    Evaluasi, balikan dan pemeliharaan.
Strategi Format Dinamis
Strategi format dinamis adalah strategi belajar dengan menggunakan segenap potensi insaniah siswa guna mengembangkan aktivitas belajar tinggi serta memperoleh prestasi belajar berganda dan menghasilkan kreatifitas
Teori belajar yang mendasari pembelajaran model PAIKEM yaitu:
a.    Teori belajar Behaviouristik.
b.    Teori belajar kognitivisme

KESIMPULAN
Teori Belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya adalah proses belajar. Macam-macam teori belajar yaitu:
a.   Teori belajar konstruktivisme
b.   Teori belajar behaviorisme
c.   Teori belajar kognitivisme
d.   Teori belajar humanistic
e.   Teori belajar moral dari Kohlberg
f.    Teori belajar social dari Erickson
g.    Model PAIKEM

Sumber :
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Yogyakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembejaran. Yogyakarta. PT rineka Cipta
Pali, Marthen . 2004. Perkembangan Peserta Didik.Malang: FIP Universtas Negeri Malang.

0 komentar:

Posting Komentar